Simpang Jodoh Kuliner dan Sejarahnya

Rujak Simpang Jodoh bisa dikatakan sudah dikenal banyak masyarakat Kota Medan. Bukan hanya soal kuliner (rujak), tetapi nama Simpang Jodoh itu sendiri juga sudah termasuk melegenda, khususnya bagi warga di seputaran Tembung sekitarnya

topmetro.news – Rujak Simpang Jodoh bisa dikatakan sudah dikenal banyak masyarakat Kota Medan. Bukan hanya soal kuliner (rujak), tetapi nama Simpang Jodoh itu sendiri juga sudah termasuk melegenda, khususnya bagi warga di seputaran Tembung sekitarnya.

Hanya saja, belum banyak juga yang mengetahui, bahwa Kawasan Simpang Jodoh Pasar VII Tembung, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang ini dahulunya merupakan tanah milik perkebunan. Ceritanya, sekitar tahun 1800-an, kawasan ini berubah sejak Perusahaan Deli Maatschappij membuka perkebunan di sana pada 18 Mei 1875.

Sebelum menjadi Simpang Jodoh, kawasan ini dulunya bernama Simpang Balai Karyawan, karena adanya perusahaan membuka perkebunan di daerah tersebut.

Sejak perkebunan itu dibuka, aktivitas masyarakat semakin berkembang, salah satunya keberadaan pengirikan padi. Di tempat pengirikan padi itu, para pekerja perkebunan biasanya datang untuk mencari hiburan dan melepas penat.

Tidak disangka, banyak dari pekerja kebun dan warga setempat menemukan jodohnya di pengirikan tersebut. Berawal dari ketemu karena sama-sama ingin ‘refreshing’ di sana. Lalu jumpa dan jumpa lagi. Kemudian tumbuh cinta, hingga berlanjut ke pelaminan.

Karena banyaknya orang menemukan pasangan hidup di tempat itu, lama-lama kawasan tersebut berubah nama menjadi Simpang Jodoh. Kurang jelas siapa yang memulai penggunaan nama tersebut dan kapan pastinya. Namun yang jelas, nama Simpang Jodoh lah yang terkenal hingga sekarang.

Berawal dari Kegelapan

Sedangkan sejarah adanya aktivitas penjual rujak di Kawasan Simpang Jodoh bermula karena tidak adanya penerangan. Maka dari itu, beberapa masyarakat berinisiatif berjualan dengan menggunakan lampu sentir. Tujuannya untuk menghidupkan suasana jalanan yang gelap.

Sejak saat itu, pedagang rujak yang dulunya menggunakan gerobak dorong dan lampu sentir di kawasan tersebut, kini semakin bertambah dan bertahan hingga sekarang. Dan saat ini para pedagang sudah menggunakan steling bantuan dari Dinas Perdagangan Deli Serdang.

Ariyanti, salah seorang pedagang rujak sekaligus Ketua Koperasi Rujak Simpang Jodoh menyampaikan, bahwa para pedagang rujak di sana sudah berjualan sejak sekira tahun 1950.

“Awal kami jualan lokasi ini masih gelap belum ada alat penerangan. Jadi kami para pedagang rujak yang menggunakan gerobak sorong. Kalau malam-malam hanya menggunakan lampu sentir yang dibuat dengan botol berisi minyak tanah dan ditaruh sumbu,” ungkapnya.

Ariyanti juga menyampaikan, bahwa para pedagang rujak di sana itu perorangan atau masing-masing.

Ia mengisahkan lebih lanjut, pedagang Rujak Simpang Jodoh awalnya jualan dengan berpindah-pindah tempat. Misalnya saat ada acara layar tancap, maka mereka berjualan di sana. Lalu seiring berjalannya waktu, mereka memutuskan untuk menetap di daerah tersebut.

Ariyanti menyampaikan, omset yang merekaperoleh tidak main-main. “Saya dapat memperoleh omset dalam waktu satu hari kurang lebih satu juta rupiah dan dalam sebulan bisa sampai Rp21 juta lebih,” ujarnya.

Rahasia Kelezatan

Rahasia kelezatan Rujak Simpang Jodoh ini terletak pada penggunaan buah segarnya. Berpadu dengan bumbu ulekan yang khas. Para pedagang rujak selalu menjaga kualitas kesegaran dari buah mereka. Demikian juga dengan bumbu yang terjaga kualitasnya secara turun-temurun.

Rujak Simpang Jodoh sendiri menawarkan varian rasa pedas dan sedang dengan harga Rp18 ribu per porsi, yang isinya cukup banyak.

“Menurut saya relatif murah ya. Karena dengan harga sekian, sudah dapat porsi yang lumayan banyak,” ucap Abas sebagai pembeli Rujak Simpang Jodoh, Selasa (26/7/2022).

Ia pun menyebut, bahwa dengan berdirinya Rujak Simpang Jodoh itu, dapat memberikan dampak yang positif bagi masyarakat sekitar.

“Menurut saya, karena dengan adanya beberapa penjual rujak di sini, maka aktivitas jual beli di sekitar Simpang Jodoh ini luamayan tinggi. Karena selain penjual rujak di sini memiliki ciri khas sendiri yang menarik konsumen dari luar daerah, mengakibatkan beberapa pusat aktivitas ekonomi yang lain dapat terbentuk di sekitar sini,” ucap Abas.

Namun kepopuleran Tusak Simpang Jodoh itu belum tersiar ke seluruh pelosok, khususnya Kota Medan. Masih ada beberapa daerah belum mengetahui adanya Rujak Simpang Jodoh tersebut. Bisa jadi karena jarak tempuh yang jauh dan minimnya penggunaan media sosial bagi yang sudah berumur.

“Saya kurang tahu tentang Rujak Simpang Jodoh itu. Apalagi itu jauh, jadi saya kurang mengetahui pastinya lah,” ucap Ame yang tinggal di Sunggal, saat berbincang dengan awak media ini, Selasa (26/7/2022). (***)

penulis | Priranda Rayani Siregar, Tasya Olyvia, Boy Randy Purba, Juliana Sinaga, dan Sri Vita Maya Sinaga (mahasiswa/i UMA)

Related posts

Leave a Comment